13 November 2008

HITAM PUTIH IN ACTION

*Bisnis bareng Teater Hitam Putih

P

ersembahan syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan yang maha kuasa atas segala kekuatan yang menggerakkan hati, jiwa dan raga kita. Ucapan terima kasih dari hati yang tulus kepada keluarga besar teater hitam putih, semoga kebersamaan dan kebesaran keluarga kita tak pernah lekang oleh jarak dan waktu.

Sejalan dengan waktu, bukanlah sebuah kesalahan ketika hitam putih bermimpi untuk tidak hanya sekedar hitam dan putih melainkan warna-warna lain tanpa meninggalkan hitam dan putih itu sendiri untuk sekedar menghapus dahaga dari kekeringan jiwa yang tak pernah ingin diam.

Namun, hitam putih mendapati kenyataan bahwa bukanlah hal mudah untuk menorehkan warna-warna baru. Karena bukan hanya satu, dua melainkan banyak pilihan dan konsekuensi yang terbentang dari sebuah pilihan.

Sekali lagi ini hanya diawali dari sebuah mimpi, berbekal rasa kebersamaan, optimisme, semangat dan segenap ketulusan hati hitam putih berusaha kembali untuk membuka jendela kebersamaan demi sebuah asa untuk bisa menyambut impian itu pada dunia yang nyata.

BENTUK DAN KONSEP USAHA

A

cara kumpul bareng hitam putih pada hari Minggu, 26 oktober 2008 menyetujui bahwa hitam putih akan membentuk usaha bersama dengan konsep modal bersama, dijalankan bersama dengan persentase tertentu untuk pembagian keuntungan. Usaha ini diharapkan bisa dijalankan secara profesional sesuai dengan yang disepakati.

TUJUAN

Kegiatan ini bertujuan untuk:

1. Memperkokoh persaudaraan dalam keluarga besar hitam putih

2. mewujudkan impian bersama untuk menjadi kenyataan

TEKNIK PELAKSANAAN

1. Pengumpulan modal

Dilaksanakan selama bulan November melalui Bank BRI dengan nomor rekening 0051-01-064324-50-6 atas nama Khoirul Setyawan.

2. Pembagian keuntungan

Selama enam bulan pertama pembagian keuntungan disepakati sebagai berikut:

· Bagian operasional sebesar 50%

· Cadangan modal sebesar 30%

· Investor sebesar 20%

Sekian informasi hari ini, semoga teman2 Hitam Putih dimanapun berada bisa ikut bergabung dalam usaha bareng ini. Semoga usaha kita bisa terwujud dan terlaksana sesuai dengan harapan. GOOD LUCK&SUCCESS.........

*Pertanyaan, saran, ide maupun konfirmasi jika anda telah mentransfer modal bisa dikirimkan melalui email: teaterhitamputih@yahoo.com atau HP.081334096959(INA)& 085645473003(KOI).

23 September 2008

DIKLAT 7 TEATER HITAM PUTIH

Untuk Para Pecinta Seni dan Orang – orang Yang Mau Mengerti Tentang Indahnya Seni. Telah Dibuka Pendaftaran Anggota Baru TEATER HITAM PUTIH


Diklat 7 Teater Hitam Putih dilaksanakan pada tanggal 17 - 19 Oktober di Pantai Wisata Balekambang dengan kontribusi Rp 40.000,- .Bagi yang berminat bisa datang langsung ke sekretariat Hitam Putih Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Gedung E4 Lt.1 atau dengan mendownload formulir pendaftaran.



Tata Tertib Peserta Diklat 7 Teater Hitam Putih

  1. Diperbolehkan membawa HP, jika terjadi kehilangan panitia tidak bertanggung jawab
  2. Wajib mengikuti semua kegiatan
  3. Dilarang KERAS berenang di pantai
  4. Dilarang membawa senjata tajam, narkoba, dan MIRAS
  5. Keluar area Diklat 7 wajib ijin kepada panitia
  6. Menjaga nama baik Teater Hitam Putih

Peralatan Wajib Peserta Diklat 7 Teater Hitam Putih

  1. Print out materi
  2. Konsumsi untuk Jum'at malam
  3. Mie instan 3 bungkus
  4. Beras 600 ml
  5. Jaket + sarung tangan
  6. Senter
  7. Alat makan (sendok, piring, gelas)
  8. Alat solat
  9. Alat - alat pribadi
  10. Obat pribadi
  11. Sarung
  12. Slayer
  13. Gunting
  14. Alat tulis
  15. Selimut
  16. Topi
  17. Lotion anti nyamuk
  18. Celana Training
  19. Sandal
  20. Sepatu

17 September 2008

Puisi Tentang Isinya

Suara itu tak dapat kudengar lagi
Ketika hati & jiwaku tak mampu lagi
Bertahta di atas singgasana
Aku hanya p'caya pada daun yang tak tau kenapa ia rela jadi daun
Dengarkan saudaraku...
Langit tak akan runtuh
Jika kita tetap menjunjungnya
Dan awan masih penuh
Dengan goresan mimpi para kurcaci
Tak perlu lagi kita mengejarnya
Karena hembusan angin akan membawanya
dan Tuhan akan menurunkannya
Hujan...
itulah realita dari mimpi...
Hujanpun tak pernah menanyakan kodratnya
mengapa ia rela jadi hujan ?
Ia tetap bersyukur
meski tiap kali harus tersungkur
Aku jadi teringat pada saudaraku...
seekor makhluk Tuhan yang katanya tak berakal...
Tapi sekali lagi dengarkan saudaraku
"Terbanglah bagai kupu-kupu
dan menyengat seperti lebah"
By : "Jay Noel"

26 Agustus 2008

Post-Kolonialisme Indonesia

Pustaka: Spirit Perlawanan dalam Sastra 'Post'- Kolonial
Judul: Post-Kolonialisme Indonesia,
Relevansi SastraPenulis: Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U.
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan: I, Februari 2008
Tebal: xii + 450 halaman

MEMBUKA kembali ragam file ingatan tentang zaman kolonialisme di Indonesia merupakan hal "berani". Sekali membuka berarti siap dengan kisah-kisah dramatis seputar penderitaan bangsa. Kelaparan, kerja paksa, pembodohan massal, penganiayaan, pembunuhan secara sadis adalah pemandangan yang lazim. Perbudakan, gundik, serta pemungutan pajak secara paksa tak luput pula menjadi sejarah yang memilukan. Kekalahan bangsa Indonesia memaksa mereka tunduk dalam kekejaman, menikmati kesengsaraan, dan terpenjara dalam kebodohan. Tidak sedikit pun bangsa ini dibiarkan menikmati indahnya kehidupan, kecuali segelintir orang. Orang-orang itu adalah mereka yang patuh dengan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.Zaman kolonialisme memanglah menjadi "abad penggelapan" bagi bangsa ini. Abad ini memaksa bangsa Indonesia mengadakan pembelaan diri dengan melakukan perlawanan.Dari aspek fisik, bangsa ini melakukan serangan balasan dengan model peperangan. Meski dengan bersenjatakan bambu runcing, nenek moyang Indonesia tak sedikit pun gentar menghadapi penjajah. Kendala apa pun diterjang. Harta, benda, bahkan nyawa menjadi taruhan. Orang-orang terdidik atau kaum intelektual mendirikan organisasi sebagai wadah penggalangan ide.Organisasi-organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam adalah sebagian dari organisasi yang setia meneriakkan semangat antikolonialisme. Tidak ketinggalan para sastrawan Indonesia juga turut mewarnai perjuangan. Dengan karya sastra post-kolonialismenya, mereka menyulut api perlawanan secara berkobar-kobar.Semangat sastrawan post-kolonialisme menandingi kolonialisme akan dibahas tuntas dalam buku ini. Buku dengan judul Post-Kolonialisme Indonesia, Relevansi Sastra karya Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, membeberkan secara rinci, serta memberikan analisis mendalam seputar karya sastra post-kolonial. Dilihat dari istilah post-kolonial, ini berarti terjadi setelah zaman kolonial. Post-kolonial atau pascakolonial, memberikan pemahaman bahwa masa ini adalah masa serangan balik terhadap kolonial. Kalau kolonial banyak mengeksploitasi Indonesia, post-kolonial memberikan umpan balik dengan melawan kolonial. Dalam kaitannya dengan sastra, sastra post-kolonial adalah sastra perlawanan terhadap kolonial.Sastra-sastra post-kolonial di Indonesia banyak jumlahnya. Dalam buku ini, disebutkan ada dua kategori untuk mengklasifikasi karya sastra post-kolonial.Pertama, karya sastra sebelum perang. Masa ini dibagi empat periodisasi: Sastra melayu rendah (Tionghoa), sastra Hindia Belanda, sastra Balai Pustaka, serta sastra Pujangga Baru. Kedua, masa sesudah perang (setelah Pujangga Baru). Masa ini tidak dibagi dalam periodisasi, dengan pertimbangan telah berakhirnya kolonialisme (hal 261).Karya sastra post-kolonialisme sebelum perang, dalam buku ini berjumlah delapan. Di antaranya: Cerita Nyai Dasima (G. Francis, 1896), Cerita Nyai Paina (H. Kommer, 1900), Max Havelaar (Multatuli, 1860, 1972), Manusia Bebas (Suwarsih Djojopuspito, 1940, 1975), Siti Nurbaya (Marah Rusli, 1922), Salah Asuhan (Abdoel Moeis, 1928), Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana, 1937), serta Belenggu (Armijn Pane, 1940).Sastra post-kolonial sesudah perang berjumlah lima buah; Ateis (Achdiat Karta Miharja, 1949), Pulang (Toha Mochtar, 1958), Bumi Manusia (Promoedya Ananta Toer, 1981), Burung-Burung Manyar (Y.B. Mangunwijaya, 1981), serta Para Priayi (Umar Kayam, 1992).Dari keseluruhan karya sastra post-kolinialisme ini, Bumi Manusia-lah yang ditengarai memiliki citra perlawanan tinggi. Karya sastra hasil kreativitas Pram ini, memiliki banyak aspek perlawanan.Sesuai analisis pendek Prof. Nyoman, ada banyak perlawanan yang diteriakkan Pram terhadap praktik kolonialisme lewat Bumi Manusia-nya. Pram mengkritik praktek pengucilan terhadap bangsa Indonesia. Ini disimbolkan Pram lewat tokoh Nyai Ontosoroh. Ontosoroh dalam versi Pram adalah perempuan berkualitas. Perempuan ini berhati keras, disiplin, serta pemberani. Meski ia tidak mengenyam pendidikan tapi cerdas berkat pembelajaran otodidaknya (hal 334).Ontosoroh memiliki semangat baja, sebagai akibat perlakuan tidak pantas terhadap dirinya, sebagai gundik, bahkan dijual sebagai budak. Berkat keberaniannya, ia berhasil menyelamatkan perusahaan suaminya sehingga pada zamannya perusahaan tersebut terbesar di Surabaya.Di sini, Pram memberikan gambaran bahwa sesuungguhnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang berkualitas, pemberani, dan pantang menyerah. Tidak boleh bangsa ini dianggap rendah oleh bangsa penjajah. Penjajahlah yang semestinya merasa berdosa telah mengeksploitasi Indonesia secara besar-besaran.Mengenai eksploitasi, Pram juga memberikan sindiran keras di dalam Novel Bumi Manusia-nya. Pram menulis sebuah kalimat "Ingat-ingat ini: Eropa yang menelan pribumi sambil menyakiti secara sadis. E-ro-pa.....Hanya kulitnya yang putih," ia mengumpat," hatinya bulu semata." (Bumi Manusia, 2006: 489--490).Kalimat ini adalah sindiran sekaligus hinaan yang keras seorang Pram terhadap para kolonialis. Pram hendak menyampaikan bahwa praktik kolonialisme harus dihentikan. Apa yang dilakukan Pram dalam karya sastranya merupakan bentuk perlawanan nyata terhadap kolonialisme. Termasuk juga dengan karya sastra lainnya. Karya-karya Multatuli, Suwarsih Djojopuspito, Marah Rusli, Abdoel Moeis, Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Achdiat Karta Miharja, Toha Mochtar, Y.B. Mangunwijaya, Umar Kayam, serta lainnya merupakan karya-karya penentangan. Karya-karya tersebut membawa misi perlawanan serta penolakan terhadap kolonialisme.Melalui karya-karya ini, bangsa Indonesia diajari bagaimana seharusnya bersikap terhadap kolonialisme. Tak sekedar dikecam, tetapi kolonialisme harus dilawan. Dan pada akhirnya, praktik kolonialisme harus dihentikan dari bumi pertiwi maupun di seluruh dunia.Memang saat ini praktik kolonialisme sudah lenyap, tapi jiwa-jiwa kolonialis masih bersarang di tubuh orang-orang Barat. Jiwa-jiwa itu sekarang berubah menjadi imperialisme. Praktek kolonialisme dalam bentuknya yang halus ini masih menyelimuti bumi Indonesia. Untuk mencegahnya diperlukan energi yang cukup. Tidak mungkin imperialisme dapat dicegah jika perangkat SDM bangsa masih lemah. Dengan mengambil semangat perlawanan pada postkolonialisme, semoga bangsa ini segera mampu menghentikan praktik imperialisme.

Fatkhul Anas, staf pada Hasyim Asyari Institute Yogyakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 27 Juli 2008

18 Agustus 2008

NAHKODA HITAM PUTIH




NAHKODA VII
MANDA
(2008/2009)







NAHKODA VI
DEDE'
(2007/2008)







NAHKODA V
BOZZKOI
(2006/2007)







NAHKODA IV
BEKSUL
(2005/2006)







NAHKODA III
ITA'
(2004/2005)





NAHKODA II
TERY RESTU
(2003/2004)








NAHKODA I
OWOB R.P.
(2002/2003)

10 Agustus 2008

HiTaM PuTiH

Hitam itu ada karena putih
putih ada karena hitam
suka tak kan ada tanpa duka
duka tak kan ada tanpa suka
hargai arti hitam putih suka duka dalam satu jiwa yang sempurna
(by : WiLLyZ)